Mawas Diri (Self-Awareness)


Hari itu hari yang cukup melelahkan buatku. Aku pulang kantor agak telat setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok hari. Sesampainya dirumah aku meletakkan tas kemudian berbaring dan mengambil handphoneku berharap ada hal yang bisa menghibur aku dari kelelahanku sebelum aku melanjutkan aktivitasku yang lain. Awalnya aku berencana untuk membaca chapter terbaru dari komik-komik online yang biasanya kubaca, namun ternyata aku berakhir scrolling konten media sosial selama 3 jam. Semua aktivitas yang aku rencanakan awalnya hanya berakhir menjadi rencana tanpa ada satupun yang selesai. Ada rasa penyesalan yang besar karena apa yang harusnya aku selesaikan malah tidak bisa selesai. 

Di hari lainnya, aku melewati hari melelahkan lainnya. Kemudian aku pulang bersama dengan tunanganku. Disepanjang jalan, dia bercerita panjang lebar tentang harinya. Aku yang saat itu sedang kelelahan tiba-tiba saja mengeluarkan kata "cukup! aku sedang lelah!" dengan nada yang tidak menyenangkan. Tunanganku diam dan kemudian begitulah sepanjang sisa hari dia tidak mengeluarkan satu patah katapun. Sungguh seandainya saja aku tidak berkata seperti itu maka kami tidak perlu mengalami suasana tidak menyenangkan.

Dua hal diatas adalah contoh hal yang terjadi karena ketidakmampuanku dalam mengendalikan kesadaranku atas event atau emosi yang aku alami. Waktu yang seharusnya bisa aku lakukan untuk mengerjakan banyak hal jadi menguap begitu saja karena aku terlarut dalam gawaiku. Suasana ceria bersama dengan tunanganku berubah 180 derajat hanya karena aku secara spontan bereaksi atas emosiku.

Lalu bagaimana caranya agar aku tidak mengalami kejadian-kejadian seperti itu? Yaitu dengan meningkatkan kemawasan diri atau self-awareness

Mawas diri atau dalam bahasa Inggris adalah Self-Aware.

Mawas diri adalah kemampuan kita untuk menguasai kesadaran kita diatas emosi yang kita rasakan maupun atas semua kejadian yang sedang kita alami.

Istilah mawas diri pertama kali aku ketahui dalam buku You Do You karya Fellexandro Ruby. Mawas diri juga dalam buku ko Ruby menekankan pada pengenalan diri sendiri. Sedangkan dalam buku lain seperti How To Think Like Monk karya Jay Shetty, mawas diri menekankan pada kemandirian terhadap kesadaran kita sendiri. (yang aku tulis adalah insight/impresi yang aku dapat terhadap buku tersebut). Dua buku ini, juga buku-buku stoikisme seperti Filosofi Teras karya Henry Mampiring dan juga Meditation karya Marcus Aurelius membantuku untuk membentuk kemawasan diriku. 

Membangun kemawasan diri sangat penting bagi kita untuk dapat menghadapi realitas dunia pada saat ini. Dimana emosi dan ketersinggungan berada pada titik terendah berbanding terbalik dengan perkembangan teknologi. Pernahkah kamu melihat ada satu konten yang komentarnya tidak relevan dengan konten tersebut, kemudian ada orang yang berkelahi pada komentar tersebut. Dan lucunya argumen orang-orang tersebut semakin jauh lebih menyerang pribadi. Mawas diri dapat mencegah hal tersebut terjadi.

Bagaimana membangun dan meningkatkan kemawasan diri?

1. Menulis

Menulis dapat membantu kita mengenal diri kita sendiri. Kita dapat melihat diri kita dari sudut pandang kita sendiri. Seperti bercermin. Bila cermin memantulkan fisik kita, maka tulisan kita memantulkan siapa diri kita. Apakah benar begitu? Bisa saja kita menulis sebagai orang lain dan menjualnya sebagai konten. Namun yang kita bicarakan adalah menulis jurnal, jurnal untuk kita baca sendiri. Agak konyol bila kita menulis tulisan yang kita baca sendiri dengan berbohong dan dikurang-lebihkan. 

Tulisan yang jujur tentang diri sendiri akan membantu kita dalam meningkatkan kemawasan diri kita. Sehingga kita bisa melihat celah mana yang harus diperbaiki, event apa yang paling membuat kita emosional, atau emosi apa yang rentan kita alami. 

2. Meditasi

Meditasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada dua hal yang biasanya kulakukan ketika meditasi, yang pertama yaitu menenangkan pikiran dari kecamuk informasi yang terus datang dan pergi tanpa henti. Dan yang kedua adalah berbicara dengan diri sendiri.

Dua hal ini memerlukan latihan rutin sehingga ketika ada event atau emosi tertentu yang kita alami, kita dapat menenangkan pikiran dan dapat mengajak pikiran kita untuk berbincang terkait tindakan, ucapan maupun konsekuensi yang perlu kita lakukan. 

Ada quote dalam satu buku yang aku lupa judulnya, kurang lebih berbunyi seperti ini "Responmu menentukan masa depanmu", ada aksi maka ada reaksi (seperti yang tertulis pada hukum ke III Newton). Respon yang benar meningkatkan persentase masa depan yang lebih baik.

3. Membaca buku

Darimana jendela dunia yang paling dekat dengan kita? Jelas jawabannya adalah buku. Buku adalah benda termurah dan termudah untuk mengakses sekumpulan pengetahuan dan pengalaman bertahun-tahun dari seorang ahli. 

Membaca buku dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satu yang aku lakukan adalah dengan metode 20:20:20, yaitu membaca 20 menit di pagi hari, 20 menit disiang hari dan 20 menit di malam hari. Dengan begitu aku dapat memenuhi kuota membaca 1 jam 1 hari.

Dan lebih baik bila kita menghighlight atau menandai kalimat-kalimat penting yang berkesan buat kita, kemudian kita parafrasa ulang kalimat tersebut sesuai dengan kata-kata kita sendiri. Sehingga value yang terkandung dalam kalimat itu dapat membekas di ingatan kita.

Mawas diri adalah bentuk kecintaan kita pada diri kita sendiri. Kecintaan kita pada diri sendiri bukan berarti menjadi narsis dan menjadi tidak peduli dengan sekeliling, namun bentuk kepedulian kita kepada hidup yang kita jalani, bentuk penghargaan kita terhadap waktu yang kita miliki, bentuk rasa syukur atas keberkahan yang diberikan Ilahi, bentuk tanggung jawab kita juga atas semua yang ada pada kita.

Yuk tingkatkan kemawasan diri. Kalau kamu punya cerita tentang mawas diri, cerita dong di kolom komentar

Komentar

Postingan Populer