CERPEN : BELUM CUKUP?
“Apa kamu ingin mengubah hidupmu?” kata sebuah suara yang terdengar agak serak.
Hindai, pemuda 20 tahun dengan
badan kurus, kulit coklat, rambut penuh debu dan baju compang camping itu mengerjap-ngerjap
matanya dengan tangan kanan yang jarinya hanya tinggal 4. Dia baru saja
bermimpi mengenai sungai indah dimana dia melihat kedua orang tuanya
memanggil-manggil dari seberang sungai. Dia tertidur di sudut gang kota
metropolitan bersama kedua saudaranya, Besuh yang berusia 18 tahun, , tinggi
kurus, rambut ikal, dengan bekas luka sabetan yang ada tepat dibawah matanya, dan
Atei yang berusia 16 tahun, fisiknya kurang lebih sama dengan kedua kakaknya,
namun lebih sial lagi kaki Atei pincang sebelah karena dahulu pernah patah
tertabrak motor . Mereka adalah 3 bersaudara miskin di sebuah kota di pulau
Kalimantan. Mereka bertahan hidup dari belas kasihan orang dan juga makanan
sisa di tong sampah restoran. Mereka baru saja tertidur setelah seharian
dikejar-kejar oleh preman yang tidak sengaja mereka jumpai di dekat pasar. “Siapa
itu? Apa maksudmu?” Kata Hindai yang akhirnya dapat melihat jelas sosok kakek
tua kurus dengan topi fedora, setelan serba hitam, dengan janggut tebal
berwarna putih berdiri dihadapannya. “Aku Takdir, aku akan memberimu 3 kantong
kehidupan. Kamu hanya bisa menggunakan 1 kantong untuk 1 kehidupan. Kamu hanya
perlu berkata “Takdir, ubah kehidupanku agar…” kemudian sebutkan keinginanmu.
Maka kamu akan hidup kembali seperti kondisi yang kamu mau” Kata kakek Takdir
sambil menyentuh janggut tebalnya. Hindai bingung karena baru saja bangun dan
ditanyakan seperti itu. Dilihatnya kedua saudaranya tidur dengan memegang perut
karena kelaparan, kemudian dia melihat dirinya sendiri dengan pakaian lusuh dan
kotor. Kemudian pendangannnya menyapu gang tempat dia dan saudaranya tidur.
Matanya terus melihat sekeliling sampai akhirnya berhenti di kakek tua itu. “Takdir,
ubah kehidupanku agar aku dan kedua adikku hidup kaya raya”.
Takdir mengangguk, dia
menjentikan jari, dan cahaya putih memenuhi gang itu. Sesaat kemudian gang itu
berubah menjadi sebuah kamar besar. Kamar itu sangat besar, dan bahkan lebih
besar daripada rumah kontrakan yang pernah Hindai tinggali bersama mendiang
ayah dan ibunya. Dia berada dikasur besar, hangat dan empuk bersama kedua
adiknya masih tertidur. “Besuh! Atei! Bangun! Lihat kita ada dimana!” Hindai
berusaha membangunkan kedua adiknya dengan tidak sabar. Besuh dan Atei
terbangun dengan perasaan terkejut. Hindai menceritakan semua yang terjadi
ketika mereka tertidur. Kemudian mereka berpelukan dan bertangis-tangisan
karena perasaan gembira dan bahagia. Semenjak itu kehidupan Hindai, Besuh dan
Atei berubah. Terlahir kembali sebagai pewaris perusahaan multinasional, ketiga
bersaudara itu hidup bergelimangan harta. Mereka kali ini bisa makan makanan
enak, tidur ditempat yang nyaman, mampu membeli apapun yang mereka mau dan
siapapun berebutan menjadi teman mereka. Bertahun-tahun berlalu, mereka
bertumbuh menjadi pribadi yang berbeda. Hindai menjadi seorang yang dikucilkan
karena sikapnya yang kasar dan semena-mena. Uang membuatnya jadi pribadi yang
angkuh dan suka memerintah. Tidak ada yang mau dekat dengannya. Atei terkena
penyakit karena terjebak dengan wanita dan narkoba. Sekalipun dia sudah berobat
ke rumah sakit paling mahal, dia tetap tidak sembuh. Sedangkan Besuh berbeda
dengan kedua saudaranya yang lain. Dia hidup dengan sehat, mengelola perusahaan
mereka dengan baik. Dia bahkan tercatat sebagai salah satu orang tersukses pada
zamannya. Hindai frustasi dengan kehidupannya, dia merasa percuma punya uang
sebanyak ini kalau yang mereka inginkan hanya uangnya saja. Dia tidak merasakan
kasih sayang dan hubungan yang tulus dari orang-orang disekelilingnya. Hindai
kemudian teringat dengan kesempatan yang diberikan Takdir. Kemudian
dipanggilnyalah kedua saudaranya. “Besuh, Atei, kurasa kehidupan ini tidak
menguntungkanku. Tidak ada yang mencintaku disini. Apakah kalian ingat ceritaku
dahulu tentang Takdir? aku ingin mengulang hidupku dikehidupan yang lain.
apakah kalian ingin ikut denganku?” Atei menjawab “Bang Hindai, ajak aku. Aku
menyesal sudah melewatkan begitu banyak wanita baik, kini aku hanyalah jasad
penuh parasit yang hidupnya tidak lama lagi. Bagaimana denganmu Besuh?”.
”Tidak, aku disini saja. Sudah cukup bagiku disini. Aku bahagia dengan apa yang
kupunya sekarang” Jawab Besuh. “Baiklah kalau begitu Besuh, Kuharap dirimu
hidup bahagia disini dan terus melanjutkan hidup sebaik-baiknya. Takdir, ubah
kehidupanku dan Atei agar kami dicintai banyak orang”. Cahaya putih memenuhi
ruangan tempat mereka berkumpul. Dalam sekejab Hindai dan Atei menghilang
meninggalkan Besuh yang tersenyum dengan menitikkan air mata seraya berkata
sebelum dia meninggalkan ruangan itu “Semoga kalian menemukan kebahagiaan
kalian saudaraku”.
Hindai dan Atei berpindah ke
dunia lain dimana mereka menjadi dua orang remaja dengan wajah tampan dan
rupawan. Hindai menatap sekeliling dan menemukan bahwa dia dan Atei sedang
duduk di depan meja rias dalam sebuah ruangan yang besar. Tiba-tiba pintu
dibuka dan seseorang berkata “Para aktor diminta untuk bersiap-siap di lokasi
syuting”. Hindai dan Atei saling berpandangan, mereka mengangguk kecil tanpa
berkata-kata. Seolah-olah sudah saling mengerti bahwa dikehidupan baru ini
mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka lalu melangkah menuju
pintu keluar, dan saat itu juga mulailah kehidupan kedua mereka. Siapa yang
tidak tau Hindai dan Atei bersaudara? Kedua aktor yang paling dicintai seantero
negeri bahkan luar negeri. Dengan lihai memainkan peran apapun didepan kamera,
emosi yang disampaikan selalu menyentuh hati penonton, tidak ada yang tidak
mencintai kedua bersaudara ini. Setiap film yang diperankan baik Hindai maupun
Atei selalu mencetak rekor penonton terbanyak, apapun produk dari sebuah brand
yang mereka kenakan selalu habis dipasaran, semua iklan yang mereka bintangi
meningkatkan penjualan produk setinggi langit. Terus konsisten dalam seni peran
bertahun-tahun kemudian, tidak membuat Atei mabuk popularitas. Belajar dari
pengalamannya di kehidupan sebelumnya, membuat Atei tetap rendah hati dan
akhirnya menikah dengan salah satu penggemarnya. Setelah menikahpun Atei dan
istrinya menjadi influencer yang dicintai banyak orang. Keharmonisan rumah
tangga mereka menjadi inspirasi bagi keluarga-keluarga yang lain. Hindai,
lagi-lagi tidak belajar. Dengan semua cinta yang dia terima membuatnya terlena.
Hindai memanfaatkan penggemarnya untuk memenuhi kepuasan pribadinya. Meskipun
penggemarnya banyak, pembenci Hindai pun tidak kalah banyaknya. Tidak butuh
waktu lama untuk Hindai memiliki julukan Aktor Paling Brengsek se-Dunia.
Lama-kelamaan penggemar Hindai terus berkurang hingga akhirnya Hindai dilarang
tampil dalam acara apapun. “Kak Hindai, apa yang membuatmu jadi seperti ini?
Bukankah kita sudah berjanji untuk hidup dengan baik.” Atei begitu bersimpati
melihat kondisi Hindai yang kini hidup di sebuah apartemen murah yang terletak
di pojok kota. Hindai menjawab “Atei, aku ga butuh rasa kasihan dan nasihatmu
saat ini. Lebih baik kau berikan saja aku uang” dengan nada agak tinggi. Tidak
hanya kehidupannya yang hancur, namun hatinya juga menjadi kacau. Hindai tidak
mampu membendung semua perasaan negatif yang diberikan orang lain kepadanya.
“Ini yang terakhir kak Hindai, aku tidak bisa membantumu terus. Malam ini aku
harus pergi keluar negeri bersama keluargaku menuju kampung halaman istriku.
Kami akan tinggal dan meneruskan hidup disana” ujar Atei seraya memberikan
sejumlah uang untuk Hindai. Hindai mengambil uang tersebut secara kasar
kemudian mengusir Atei “Pergilah! Nikmatilah kehidupanmu yang indah itu!”. Atei
hanya bisa menghela nafas melihat kakaknya sebelum akhirnya berbalik menuju
pintu dan keluar dari apartemen itu. Hindai mendengar suara mobil Atei pergi
menjauh dari dalam kamarnya. Dalam diam dia merenungi kehidupannya. Apa yang
salah dalam hidupnya sehingga dia selalu mengalami kemalangan dan kesialan. 3
hari setelah itu, uang yang diberikan Atei telah habis. Hindai kemudian mencoba
menghubungi Atei, namun tidak ada satupun nomornya yang bisa dihubungi, bahkan
media sosial Atei tidak dapat ditemukan. Rupanya Atei telah memblokir nomor dan
media sosial Hindai. Hindai kemudian tergolek lemas di kamar tidurnya, kini
satu-satunya orang yang dapat dia andalkan pun menjauh dari kehidupannya.
Hindai kemudian menatap kilas
balik kehidupannya, selama ini hanya saudara-saudaranya yang benar-benar
mengasihi dia dengan tulus. Ada rindu yang besar dalam hati Hindai kepada
saudara-saudaranya. Lalu dia berkata “Takdir, ubah hidupku agar aku bisa
kembali bersama saudara-saudaraku”. Cahaya putih yang menyilaukan memenuhi
kamar tidur Hindai. Hindai menghilang, meninggalkan apartemen murah tersebut.
“Apa kamu ingin mengubah
hidupmu?” kata sebuah suara yang terdengar agak serak.
Hindai, pemuda 20 tahun itu
mengerjap-ngerjap matanya. Butuh beberapa saat untuk Hindai dapat mengenali
orang yang berbicara kepadanya. Hindai tercekat, ini adalah preman yang
mengejar-ngejar Hindai dan saudara-saudaranya di dekat pasar. Preman itu
membawa 10 orang temannya yang lain. Saudara-saudaranya terlihat ada di sisi
yang lain sedang dipukuli oleh teman-teman preman tersebut. “Hidupmu takkan
berubah! Kau akan mati disini!” kata Preman itu sembari menusuk perut Hindai
dengan sebuah pisau. “Kabur! Tinggalkan mereka disini!” Kata preman itu
mengajak teman-temannya sebelum mereka akhirnya berlari meninggalkan Hindai,
Besuh dan Atei. “Kak. . . Ke-Kenapa kau membawa kami kesini lagi?” Kata Besuh
dengan nafas terengah karena babak belur dipukuli. Darah keluar dari telinga
dan hidungnya, 4 tulang rusuknya patah membuat Besuh hampir tidak bisa
bernafas. “Istriku. . Dia sedang bersalin anak kedua kami kak. . kenapa kau
menyeret kami kesini. .” Kata Atei berlinang air mata. Sakit hatinya menutupi
rasa sakit disekujur tubuhnya. Padahal kondisinya tidak kalah parah dengan
Besuh. “Bu-bukan begini yang aku inginkan, seharusnya tidak begini. .” Kata
Hindai terbata-bata sambil kesakitan memegang perutnya yang berdarah. Takdir,
dengan setelan hitam-hitam yang sama berjalan menghampiri mereka yang masih
berdebat dan menyalahkan. Kemudian dia berjongkok didepan Hindai dengan tatapan
dingin tanpa berkata satu katapun. “Takdir? Apa yang terjadi. . bukan ini yang
aku inginkan. . Bukankah aku masih punya 1 kesempatan lagi. .” Kata Hindai
berharap Takdir menepati janjinya untuk memberikan kesempatan terakhir. Takdir
berdiri, lalu berkata dengan nada datar “Semesta memberi, semesta mengambil.
Kesempatan hanya diberikan bagi mereka yang merasa cukup dan menghidupinya
sebaik mungkin. Tidak ada kesempatan bagi mereka yang menyia-nyiakan kebaikan
semesta”. Kemudian Takdir menjadi asap hitam dan menghilang dalam tiupan angin
dingin. “Takdir!! Tolong. . !” Hindai tidak terima karena merasa bersalah dan
berusaha meminta tolong agar diberikan kesempatan terakhir. “Kak. .” Suara Atei
menyadarkan Hindai,”Kak. . apakah belum cukup? 2 kali kesempatan itu sudah
terlalu banyak buat kita yang bukan siapa-siapa ini. Apakah harus membayar
harga semahal ini untuk menyadarkanmu kak? Seharusnya dirimu mengerti arti kata
cukup. .” Atei tidak melanjutkan perkataannya, nafasnya berhenti. “Atei! Atei!”
Kata Besuh berusaha memanggil kesadaran Atei yang sudah tidak ada. “Kak. . .
Atei kak! Lihat yang kau korbankan demi ketidakpuasanmu atas hidup! “ Besuh
meneriakkan kekecewaannya pada Hindai sebelum akhirnya menghembuskan nafas
terakhirnya. Hindai meraung sejadi-jadinya, kemudian berteriak dengan segenap
tenaga terakhirnya “Takdir! Tolong untuk yang terakhir kali! Tolong ubah
hidupku dan adik-adikku menjadi lebih baik!”, teriakan tersebut disusul oleh
cahaya putih yang membuat Hindai silau.
Cahaya putih itu akhirnya
menghilang, menyisakan sebuah pemandangan yang pernah dilihat Hindai dalam
mimpinya. Sebuah taman dengan sungai indah yang memisahkan kedua sisi taman
tersebut. Hindai yang masih terpesona dengan keindahan taman tersebut
disadarkan oleh sebuah suara, “Kak Hindai! Kesini kak!”. Suara tersebut berasal
dari seberang sungai, dimana Atei sedang melambai-lambaikan tangan dan disebelahnya
ada Besuh yang sedang bergandengan dengan kedua orang tua mereka.
Hindai tersenyum penuh haru, air
matanya mengalir dan kemudian dia menyusul keluarganya di seberang sungai
tersebut.
“Kita memiliki dua kehidupan, dan
yang kedua dimulai ketika kita menyadari bahwa kita hanya memiliki satu
kehidupan.”
― Konfusius
Tamat
Komentar
Posting Komentar